Sejarah 4 Partai Besar Di Indonesia Hingga Pemilu 1955

Tanggal 23 Agustus 1945, atau satu minggu setelah kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mengusulkan pembentukan organisasi resmi pembantu presiden, namun mempunyai fungsi partai dan parlemen
Sejarah 4 Partai Besar Di Indonesia Hingga Pemilu 1955
Surat Suara Pemilu 1955

RancaxTanggal 23 Agustus 1945, atau satu minggu setelah kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mengusulkan pembentukan organisasi resmi pembantu presiden, namun mempunyai fungsi partai dan parlemen, organisasi tersebut nantinya dikenal sebagai komite nasional.

Pada saat yang bersamaan, Soekarno juga menginginkan pembentukan partai tunggal yaitu Partai Nasional Indonesia sebagai motor perjuangan rakyat dalam segala suasana, dan lapangan. Ide tersebut ditentang keras oleh tokoh-tokoh lain yang menginginkan kehidupan demokratis, di mana partai ada, dan berfungsi sebagai artikulator rakyat.

Salah satu tokoh yang paling lantang menolak ide tersebut adalah Muhammad Syahrir, dia berpendapat ide tersebut hanya akan menyeret iklim politik Indonesia menuju otoritarisme. 
Karena itu dia berusaha menggalang dukungan dari anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk menuntut agar Komite Nasional dirombak, sehingga mempunyai kekuatan legislatif.

Usaha yang dilakukan Syahrir tersebut ternyata mendapat sambutan positif, dia memperoleh dukungan 50 dari 150 anggota KNIP saat itu, yang kemudian membuat Soekarno menyetujui permintaan Syahrir. 

Akhirnya terbitlah Maklumat Negara Republik Indonesia No. X, yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 16 Oktober 1945.

Mulai dilakanakannya sistem parlementer, berarti membuka kesempatan parpol untuk memainkan perannya di legislatif. Partai yang bisa memperoleh suara terbanyak di legislatif, akan mendomiasi kabinet. 

Kemudian, pada tanggal 3 November 1945 keluar Maklumat Pemerintah yang berisi anjuran untuk mendirikan partai politik. Maklumat tersebut disambut dengan antusias berbagai kalangan

1. PNI Partai Nasional Indonesia


Sejarah 4 Partai Besar Di Indonesia Hingga Pemilu 1955
Partai PNI

PNI atau Partai Nasional Indonesia adalah partai politik tertua di Indonesia. Partai ini didirikan pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung yang diketuai oleh Ir. Soekarno, sedangkan sekretaris sekaligus bendahara dijabat oleh Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo.

Awalnya Partai Nasional Indonesia didirikan dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia dengan ketuanya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr. Sunaryo. Selain itu para pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula bergabung dengan partai ini.

Algemeene Studie Club, didirikan di Bandung pada tahun 1924 di bawah pimpinan Soekarno. Berlainan dengan Indonesische Studie Club di Surabaya, Algemeene Studie Club mengutamakan soal soal politik dan bersikap non-kooperasi yang prinsipil. Mantan anggota anggota Perhimpunan Indonesia yang bertempat tinggal di Bandung menjadi anggotanya.

Sejak semula Algemeene Studie Club memelihara perhubungan dengan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda bersikap berlawanan terhadap penjajah. 

Algemeene Studi Club kemudian terlebur dalam Partai Nasional Indonesia yang juga diketuai oleh Soekarno.

Dalam Azasnya PNI berkeyakinan, bahwa syarat yang amat penting untuk perbaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu ialah kemerdekaan nasional. Oleh karena itu, maka semua kekuatan haruslah ditujukan ke arah kemerdekaan nasional. Dengan kemerdekaan nasional rakyat akan dapat memperbaiki rumah tangganya dengan tanpa gangguan.

PNI ingin sekali melihat rakyat Indonesia bisa mencapai kemerdekaan politik untuk mencapai pemerintahan nasional, mencapai hak untuk mengadakan Undang Undang sendiri dan mengadakan aturan aturan sendiri dalam mengadakan pemerintahan Sedikit banyak pengaruh Perhimpunan Indonesia tampak dalam Partai Nasional Indonesia.

Hal ini terlihat dalam anggaran dasar Partai Nasional Indonesia yang antara lain berbunyi : 


“Bekerja untuk Kemerdekaan Indonesia”. Penggunaan kata “Indonesia” sebagai kekuatan politis pada waktu itu sudah lazim digunakan oleh kalangan pergerakan nasional sebagai pengganti sebutan “Inlander” atau bumiputera yang berkonotasi merendahkan derajat.
Perjuangan Partai Nasional Indonesia bersifat anti penjajahan dan anti imperialisme.

Sasaran pokok Partai Nasional Indonesia adalah mencapai kemerdekaan Indonesia dengan azas : 
Kekuatan Nasional, Kemauan Nasional, dan Perbuatan Nasional.

Para pimpinan Partai Nasional Indonesia menekankan bahwa untuk mencapai Indonesia merdeka perlu adanya persatuan bangsa. Cita cita persatuan ini selalu ditekankan dalam rapat rapat umum Partai Nasional Indonesia.

Dalam perjuangannya, Partai Nasional Indonesia memperoleh keuntungan dari charisma Soekarno sebagai pemimpinnya sehingga organisasi itu dapat memasyarakatkan tujuannya, yaitu Indonesia yang merdeka.

Selain mengaktifkan rapat rapat umum, Partai Nasional Indonesia juga menerbitkan surat kabar guna menyebarluaskan gagasan serta tujuan perjuangannya. 

Surat kabarnya ialah Banteng Priangan (terbit di Bandung) dan Persatoean Indonesia (terbit di Batavia). Melalui rapat rapat, kursus kursus, dan surat kabar sehingga gagasan perjuangan Partai Nasional Indonesia dengan cepat menarik massa.

Hal ini sangat mencemaskan pemerintah colonial. Dalam pembukaan sidang Volksraad tanggal 15 Mei 1928, gubernur jenderal mengingatkan dan mengharapkan kesadaran rakyat Hindia terhadap ancaman nasionalisme ekstrim.

Pada tahun 1928 Perserikatan Nasional Indonesia berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia. Kehadiran PNI benar-benar jadi tantangan pemerintah Hindia Belanda karena organisasi ini benar-benar menunjukkan perlawanannya. Dari azaz maupun tujuannya, terlihat bahwa PNI merupakan organisasi politik yang ekstrim dan radikal yang tentu saja berlawanan dengan keinginan pemerintah Belanda.

Oleh karena itu berkali-kali tokoh-tokohnya diperingatkan agar tidak melakukan kegiatan, terutama yang berhubungan dengan massa, seperti rapat-rapat umum. Mengapa rapat umum dilarang, karena biasanya rapat umum menarik ribuan massa untuk berkumpul.

Walaupun demikian, semangat pantang menyerah tokoh PNI tetap berkobar, bahkan pada tanggal 17-18 Desember 1927, PNI berhasil memelopori terbentuknya organisasi sosial politik se Indonesia dalam bentuk Permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia, (PPPKI). 

Partai Nasional Indonesia dianggap membahayakan Belanda karena menyebarkan ajaran-ajaran pergerakan kemerdekaan sehingga Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah penangkapan pada tanggal 24 Desember 1929.

Penangkapan baru dilakukan pada tanggal 29 Desember 1929. Kegiatan-kegaitan yang dilakukan oleh tokoh PNI menyebabkan pemerintah Hindia Belanda kehilangan kesabaran sehingga melakukan 23 penangkapan terhadap tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia di Yogyakarta, seperti Ir. Soekarno, Maskun Sumadiredja, Supriadinata dan Gatot Mangkupradja.

Pengadilan para tokoh yang ditangkap ini dilakukan di Bandung pada tanggal 18 Agustus 1930 sampai dengan tanggal 29 September 1930. Setelah diadili di pengadilan Belanda, maka para tokoh ini dimasukkan dalam penjara Sukamiskin, Bandung.

Dalam masa pengadilan ini Ir. Soekarno menulis pidato “Indonesia Menggugat” dan membacakannya di depan pengadilan sebagai gugatannya. Soekarno menandaskan bahwa 

“Revolusi Indonesia adalah revolusinya zaman sekarang, bukan revolusinya sekelompok sekelompok kecil kaum intelektual, tetapi revolusinya bagian terbesar rakyat dunia yang terbelakang dan diperbodoh”.

Akan tetapi, tidak seperti pengadilan Perhimpunan Indonesia sebelumnya, pengadilan colonial menjatuhkan hukuman penjara bagi para tokoh Partai Nasional Indonesia ini. Pimpinan Partai Nasional Indonesia, Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono.

Mr. Sartono kemudian membubarkan Partai Nasional Indonesia dan membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 25 April 1930. Moh. Hatta yang tidak setuju dengan pembentukan Partai Indonesia akhirnya membentuk Pendidikan Nasional Indonesia Baru yang ia dirikan bersama Sutan Syahrir. Ir. Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) setelah dibebaskan pada bulan Desember 1931 yang mana partai tersebut didirikan atas ciptaan Mr. Sartono.

Akan tetapi, kebijakan yang sangat reaksioner dari gubernur jenderalyang baru, B.C. de Jonge (1931 – 1936), sangat membatasi ruang gerak partai – partai baru tersebut. Para pemimpin kedua partai ini pun akhirnya ditangkap dan dibuang ke luar Jawa.

Pada tahun 1933 Ir, Soekarno ditangkap dan dibuang ke Ende, Flores sampai dengan tahun 1942. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir dibuang ke Bandaneira pada tahun 1934 sampai dengan tahun 1942. Tahun1955 Partai Nasional Indonesia memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) 1955.

Di pimpin oleh Supeni mantan Duta Besar keliling Indonesia. Partai Nasional Indonesia mengikuti pemilihan umum pasca runtuhnya kekuasaan Presiden Soeharto. 

Setelah kongres Nasional pada tanggal 6 Juli 2000, Partai Nasional Indonesia berubah nama menjadi Partai Nasional Indonesia Maehaenisme dan diketuai oleh Sukmawati Soekarno Putri, anak dari Soekarno.
PNI Marhaenisme

Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme), sebelumnya bernama Partai Nasional Indonesia Supeni (PNI Supeni), adalah salah satu partai politik di Indonesia. Partai Nasional Indonesia dihidupkan kembali dan mengikuti Pemilu 1999 dengan nama Partai Nasional Indonesia Soepeni. Partai Nasional Indonesia Soepeni memperoleh 0, 36 persen suara nasional.

Sesuai dengan Undang – Undang No. 31 Tahun 2002, maka Partai Nasional Indonesia Soepeni tidak diperbolehkan megikuti Pemilu 2004. Oleh karena itu partai ini memakai nama baru yaitu Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Maehaenisme) dan mendaftarkan diri untuk mengikuti Pemilu 2004 dan berhasil lolos dari verifikasi serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Nasionalisme merupakan ciri penting yang membedakan Partai Nasional Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Supeni dengan partai bernama Partai NAsional Indonesia lainnya yang lebih menekankan marhaenisme. Sebelum dideklarasikan sebagai partai politik, Partai Nasional Indonesia Supeni ini berbentuk ormas yang bernama PAersatuan Nasional Indonesia.

Pendirian PNI sebagai ormas tahun 1995 tersebut merupakan reaksi para tokoh eks-PNI (sebelum fusi 1973) terhadap penyelewengan Undang – Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang menurut PNI telah dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru.

Partai Nasional Indonesia di bawah pimpinan Supeni ingin sungguh sungguh menegakkan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Karenanya partai ini menolak bicara soal Negara federasi, dan berusaha mencegah adanya disintegrasi. Di bidang hukum Partai Nasional Indonesia menghendaki system pengadilan yang betul – betul menggambarkan adanya Negara hukum dan bukan Negara kekuasaan.

Sebagau partai rakyat, Partai Nasional Indonesia ingin membela rakyat di depan hukum, bahwa rakyat itu di depan hukum sama. Dalam pelaksanaannya, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme berasazkan Pancasila.

Didirikan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1995 dan dideklarasikan pada tanggal 20 Mei 1998 di Jakarta. Dengan alamat Jalan Cempaka Putih Tengah II/25 Jakarta Pusat, dan telepon (021) 42877063. Partai ini memiliki ketua umum yaitu Supeni, sedangkan sekretaris jenderal dijabat oleh I Made Sunarkha.

2. Partai Masyumi


Sejarah 4 Partai Besar Di Indonesia Hingga Pemilu 1955
Partai Masyumi Pemilu 1955

Pada tanggal 3 November 1945 keluar Maklumat Pemerintah yang berisi anjuran untuk mendirikan partai politik. Maklumat tersebut disambut dengan antusias berbagai kalangan, salah satu kalangan yang antusias dengan keluarnya Maklumat tersebut, adalah kalangan umat Islam. Mereka menyambutnya dengan mengadakan Kongres Umat Islam Indonesia pada 7-8 November 1945, di gedung Muallimin Muhammadiyah di Yogyakarta.

Hadir dalam kesempatan ini sekitar lima ratus utusan organisasi-organisasi keagamaan Islam, tokoh-tokoh aliran utama, dan tokoh-tokoh politik Islam. Pada tanggal 7 November 1945, para peserta kongres menyepakati pembentukan partai politik Islam yang resmi dinamakan Partai Politik Islam Indonesia. Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi.

Gagasan pembentukan partai Masyumi berasal dari tokoh-tokoh pergerakana Islam yang sudah aktif sejak zaman penjajahan, diantaranya: Agus Salim, Abdul Kahar Muzakkir, Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Abdul Wahid Hasyim, Prawoto Mangkusasmito, dan Ki Bagus Hadikusumo.

Tujuan dari pendirian Partai Masyumi adalah


“sebagai partai politik yang dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik. Atau secara lebih terperincinya, dalam anggaran Dasar Masyumi tahun 1945. Masyumi memiliki dua tujuan. Pertama, menegakkan kedaulatan negara republik Indonesia dan agama Islam. Kedua, melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan.”

Dijabarkan dalam Tafsiran Anggaran Dasar, dimana diberikan gambaran kasar dan umum tentang apa yang disebut suatu negara yang berdasarkan Islam itu :

“Kita menuju kepada “Baldatun Thoiyibatun, wa rabbun ghofur” negara yang berkebajikan diliputi keampunan Ilahi, dimana negara melakukan kekuasaannya atas dasar musyawarah dengan perantara wakil-wakil rakyat yang dipilih, dimana kaidah-kaidah kedaulatan rakyat, kemerdekaan, persamaa, tashamuh (lapang dada), keadilan sosial sebagai yang diajarkan oleh Islam, terlaksana sepenuhnya, dimana kaum muslimin mendapat kesempatan untuk mengatur perikehidupan pribadi dan masyarakat sesuai dengan ajaran dan hukum-hukum Islam sebagai yang tercantum dalam Qur’an dan Sunnah”

Pada awal berdirinya Masyumi, tidak ada penjelasan secara terperinci mengenai ideologi yang dianut Partai Masyumi. Namun, ideologi Partai Masyumi dapat mudah dibaca dari menonjolnya unsur-unsur keIslaman yang dianut Masyumi.

Identitas keislaman Masyumi sangat terlihat, baik dalam kebijakan, dan pola pikir yang bersumber dari ajaran Islam dengan seringnya menggunakan kata-kata Islam dalam Anggaran Dasar Partai, dan resolusi-resolusi yang dikeluarkan.

Untuk resolusi, dapat mengambil contoh dari resolusi yang dikeluarkan Partai Masyumi saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Resolusi tersebut menyerukan kepada seluruh muslim Indonesia untuk melakukan jihad fi sabilillah dalam menghadapi kedatangan sekutu di Indonesia.

Ideologi partai Masyumi baru diungkapkan dengan adanya kata-kata ideologi Islam, dalam manifesto politik Masyumi yang dikeluarkan pada tanggal 6 Juli 1947. Manifesto politik ini disusun oleh Soekiman, Samsuddin, dan Taufiqurrahman. Walupun, terdapat ideologi Islam dalam manifesto tersebut, namun secara terperinci belum dipaparkan secara jelas.

Kurangnya penjelasan mengenai ideologi Masyumi pada masa awal pendiriannya, lebih dikarenakan para pimpinan Masyumi yang lebih fokus menghadapi ancaman sekutu, dan Belanda. Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan tentunya dibutuhkan perhatian khusus dari seluruh masyarakat Indonesia, termasuk dari para pimpinan Masyumi.

Selain itu, tidak dijelaskannya ideologi Partai secara terperinci bertujuan untuk menghindari konflik ideologi dengan kelompok-kelompok lain, seperti yang diketahui negara yang umurnya masih sangat muda sangat lah rawan akan konflik-konflik antar ideologi. Dengan munculnya konflik, tentu saja memecah persatuan yang telah terbentuk sebelumnya, ini lah yang dikhawatirkan pemimpin Masyumi pada saat itu.

Baru setelah Indonesia memasuki masa stabil, pada tahun 1950-an, para pemimpin Masyumi merumuskan asas kepartaian Masyumi secara jelas. Penjelasan secara jelas mengenai asas Masyumi tertuang pada Anggaran Dasar Partai Masyumi yang disahkan pada muktamar Masyumi ke-6 pada bulan agustus 1952. Selain, menyatakan asas Partai Masyumi adalah Islam, dalam muktamar ini juga dikeluarkan tafsir asas Masyumi, yang merupakan rumusan resmi ideologi partai.

Tahun 1959 adalah saat genting dalam kepartaian Indonesia. Setelah kebebasan yang dipertontonkan empat tahun sebelumnya, Presiden Soekarno mengeluarkan Pnps No 7 Tahun 1959 yang membatasi gerak partai. Tekanan terhadap partai semakin berat setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden No 128 Tahun 1960 yang menyatakan, partai yang diakui pemerintah hanyalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia (Partindo), PSII , Partai Kristen Indonesia (Parkindo), IPKI, Perti, dan Murba. Sementara Masyumi dan PSI bernasib sama dengan puluhan partai lain nya, tidak diakui dan dibubarkan.

Dalam Pemilu 1955, Masyumi menjadi partai Islam terkuat dengan menguasai 20,92 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya (26,12 persen), Sumatera Selatan (43,13 persen), Sumatera Tengah (50,77 persen), Sumatera Utara (37 persen), Kalimantan Barat (33 , 25 persen), Sulawesi Tenggara Selatan (39,98 persen), dan Maluku (35,35 persen). Pembubaran Masyumi pada tahun 1960 betul-betul merupakan pukulan telak bagi kekuatan politik Islam.


3. NU (Nahdatul Ulama)


Sejarah 4 Partai Besar Di Indonesia Hingga Pemilu 1955
Nu

Nahdatul Ulma (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya, pada awal berdirinya disebut Jam’iah Nahdatul Ulama, belum merupakan partai politik.

Ada tiga faktor utama didirikannya partai ini.

Pertama, karena rasa tanggung jawab yang besar dari para Ulama akan kemurnian serta keluhuran agama Islam.

Kedua, rasa tanggung jawab yang besar dari para Ulama sebagai pemimpin ummat dan penerus perjuangan pahlawan Islam.

Ketiga, rasa tanggung jawab para ulama’ untuk memelihara ketentramandan ketenangan bangsa Indonesia. NU baru menjadi partai politik sejak ia keluar dari masyumi.

NU keluar dari Masyumi disebabkan oleh:


  1. Keinginan NUsendiri untuk mandiri dalam berpolitik
  2. Masyumi didominasi olehkelompok modernis
  3. Perbedaan visi karena tradisi berpolitik yang dikembangkan kelompok tradisonalis dengan modernis
  4. NU dalam Masyumi tidak menduduki posisi strategis.

Karena sering terjadi konflik kepentingan dalam tubuh partai, maka NU keluar dari Masyumi pada 8 April 1952 dan mendirikan partai sendiri yang diberi nama sesuai dengan nama jam’iyahnya, yaitu Partai Nahdlatul Ulama. Secara garis besar menurut B.J. Bollan faktor langsung keluarnya NU dari Masyumi yaitu masalah perebutan jabatan menteri agama dalam kabnet Wilopo (April 1952).

Adanya kritik terhadap kebijakan Wahid Hasim menyebabkan terpilihnya Fakih Usman , sedangkan NU tetap menuntut jabatan ini untuk Wahid Hasim. Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelumnya NU adalah organisasi masyarakat yang besar, maka ketika menjadi partai politik NU pun mempunyai suara yang besar.

Dengan bermodal jumlah massa yang cukup besar, NU berusaha untuk memperoleh suara yang sebanyak-banyaknya dalam pemilihan umum. Pemilihan umum pertama tahun 1955 sebagai wujud konkret bagikekuatan NU dan dapat dikatakan sebagai pukulan yang besar bagi Masyumi.

Pada pemilu tahun 1955, NU menempatkan diri pada urutan ketiga perolehan suara dari 29 partai yang memperoleh kursi di DPR.
Menurut Abdul Rouf dalam bukunya NU dan Civil Islam di Indonesia, kemenangan NU dalam pemilu 1955 disebabkan beberapa faktor.

Pertama, peran strategis kyai NU yang memiliki pengaruh kuat di tengah-tengah masyarakat, khususnya di daerah pedesaan sebagai basis mayoritas massa NU. Kedua, banyaknya jumlah pesantren NU yang tersebar luas di berbagai daerah. Ketiga, dukungan para santri dan mayoritas massa NU yang yang fanatik terhadap kyai yang menjadi panutan. Keempat, jargon Islam keislaman yang selalu dijadikan sebagai sentral dalam kampanye.

4. PKI Partai Komunis Indonesia


Sejarah 4 Partai Besar Di Indonesia Hingga Pemilu 1955
PKI

Cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI) bermula dari kedatangan Sneevliet seorang anggota SDAP (Partai Sosialis di Belanda) ke bumi Hindia Belanda sekira 1913-1914. Di mana ia kemudian mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) dan menginfiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam (SI).

Hingga akhirnya pecah menjadi SI putih dan SI merah untuk melaksanakan disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Pada Mei 1920 kongres ISDV di Semarang memutuskan mengganti nama partai menjadi Partai Komunis Hindia (PKH). Semaun terpilih menjadi Ketuanya. Pada 1924 PKH diubah kembali namanya menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Keradikalan partai ini memang tak bisa dibendung pemerintah Hindia Belanda. Pada November 1926 PKI melakukan serangkaian revolusi melawan pemerintah di daerah Jawa Barat dan Sumatera Barat. Sekaligus pula mengumumkan terbentuknya sebuah republik.

Pemberontakan berhasil ditumpas oleh penguasa kolonial. Ribuan kadernya dibunuh lainnya dibuang ke Boven Digul. Pada 1927 pemerintah melarang partai ini sekalian ideologinya. Para kadernya hanya bisa bergerak underground hingga memasuki masa kemerdekaan. 

PKI muncul kembali pada 1945, setelah dikeluarkannya maklumat mengenai pendirian partai tanggal 3 November 1945. Muso menjadi ketuanya saat itu dan berhasil menggalang kekuatan massanya.

Tiga tahun kemudian, yaitu pada Februari 1948, terjadi kongkalikong. Indonesia belum bisa berdaulat jika parlemen masih diisi oleh orang orang kiri. Maka terjadilah upaya penekanan terhadap orang-orang di partai ini. PKI pun melakukan perlawanan. Upaya ini dianggap sebagai upaya pemberontakan.

Beberapa orang PKI ditangkap dan Muso mati tertembus peluru aparat. Sisanya bersembunyi di berbagai daerah. Selama beberapa saat gerak langkah PKI terasa berhenti, namun setelah keluar pernyataan yang diumumkan oleh Mr. Soesanto Tirtoprodjo (Menteri Kehakiman), para anggota PKI berani keluar dari tempat persembunyiannya.

Alimin seorang tokoh tua, diangkat menjadi ketua PKI pengganti Muso. Ia kemudian yang mengumpulkan anggota-anggotanya yang tercerai berai. Menggalang persatuan dan membentuk kader-kader yang berkualitas. Ia merupakan tokoh penting pasca Madiun 1948 itu.

Di tangannya citra buruk PKI berangsur-angsur dihilangkan. Namun langkahnya diganjal oleh D.N. Aidit dari kelompok muda, yang menganggapnya bekerja terlalu lamban. PKI terkenal revolusioner dan Aidit ingin mempertahankan hal tersebut. Pada 7 Januari 1951 Alimin digusur oleh D.N. Aidit.

Ketika PKI berada di dalam genggamannya, jiwa partai kembali berubah. PKI berjalan dengan demikian cepat. Pertengahan 1951 PKI memprakarsai sejumlah pemogokan buruh. PKI diganjal kembali oleh pemerintah. Namun hal tersebut bersifat sementara, renggangnya hubungan Masyumi dengan PNI, membuat PKI mendekati PNI untuk memperoleh dukungan pemerintah.

Sejak saat itu basis massa PKI berkembang dengan sangat cepat. Jumlah 3.000-5.000 anggota (1950) membengkak menjadi 165.000 dalam waktu empat tahun (1954). Pada 1959 naik lagi menjadi 1,5 juta jiwa. Pada pemilu 1955, PKI berhasil memperoleh 16 persen suara dan masuk dalam daftar empat besar partai besar pada waktu pemilu.

Selama rentang waktu 1955-1964 PKI mendapat banyak kemajuan. Pada 1965 jumlah massa PKI meningkat menjadi 3 juta jiwa. Partai ini kemudian ditahbiskan menjadi partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan Tiongkok.

Pada 1962 PKI menggabungkan dirinya sebagai bagian dari pemerintah. Beberapa orangnya sempat menjabat di pemerintahan. Namun usaha ini terjegal, menjelang berakhirnya masa kekuasaan Soekarno, PKI kembali terlibat tragedi berdarah yang dikenal dengan pemberontakan G/30/S/PKI. 

Setelah jatuhnya kekuasaan Soekarno dan naiknya Soeharto, partai ini dilarang muncul kembali berdasarkan keputusan TAP MPRS/1966.

Pada Pemilu 1955 yang diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar ini mendominasi kursi di parlemen.

PNI (22,3 %)/57 kursi
Masyumi (20,9%)/57 Kursi
Nahdlatul Ulama (18,4%)/ 45 kursi
PKI (15,4%)/39 kursi.