Hukum Menjalankan Puasa Bagi Wanita
Jika kita bandingkan antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan ibadah puasa memang lebih banyak syarat khusus untuk perempuan
4 min read
![]() |
Mom |
Menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan merupakan rukun islam yang ke tiga. Ibadah puasa ramadhan adalah wajib bagi umat islam yang sudah akhil baliq. Menjalankan ibadah puasa tentu sudah ada aturan dan tata caranya dalam Alquran dan hadist serta ketetapan para ulama.
Bicara soal kewajiban sudah pasti dong setiap muslim yang akhil baliq harus menjalankanya, baik itu laki-laki ataupun perempuan. Nah adapun ketentuan antara laki-laki dan perempuan wajib melaksanakan puasa atau tidak juga sudah di atur dalam syarat wajib puasa.
Jika kita bandingkan antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan ibadah puasa memang lebih banyak syarat khusus untuk perempuan, seperti sedang haid, menyusui, ibu hamil. Wanita dalam kondisi tersebut boleh tidak puasa pada bulan ramadhan tetapi harus mengqadhanya atau membayar fidyah dan memberi makan orang miskin.
Untuk membahas lebih rinci hukumnya, seorang wanita hamil, menyusui yang tidak mampu berpuasa saat ramahan, dengan alasan khawatir dengan bayinya mari kita simak ulasan berikut. Jika ada Ibu hamil dan menyusui jika tidak mampu berpuasa apakah harus mengqadha setelah melahirkan dan setelah menyusui, atau hanya membayar fidyah saja.
Dari kesepakatan para Ulama berbeda pendapat dalam hal ini, dan ada beberapa pendapat diantaranya menyatakan.
Pendapat Ulama Tentang Puasa Bagi Wanita
1. Ibu hamil dan menyusui jika tidak mampu berpuasa maka boleh Mengqadha puasa saja setelah melahirkan atau setelah menyusui
2. Ibu hamil dan menyusui jika tidak mampu berpuasa maka boleh Hanya membayar fidyah saja
3. Ibu hamil dan menyusui jika tidak mampu berpuasa maka boleh Mengqadha dan juga sekaligus membayar fidyah
Dari beberapa pendapat ulama tersebut para wanita ibu-ibu silahkan memilih mana yang lebih anda yakini dan lebih menenangkan hati. Berikut beberapa dalil yang membolehkan mengqadha puasa bagi ibu hamil dan menyusui. Ibu Hamil dan menyusui mendapatkan keringan dalam berpuasa sebagaimana musafir dan setelahnya mengadha.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”
Ibu hamil yang sakit mual-muntah hebat (morning sickness), termasuk sakit yang boleh tidak berpuasa dan mengqadha setelahnya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 185).
Berikut beberapa dalil yang membolehkan membayar fidyah puasa bagi ibu hamil dan menyusui. Ibu Hamil dan menyusui boleh membayar fidyah saja jika khawatir terhadap kesehatan ibu hami dan kondisi anaknya.
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Al-Baqarah:184).
Al-Mawardi berkata, menukil pendapat ahli tafsir Ibnu Abbas dan Mujahid.
“Bagi yang tidak mampu berpuasa karena kelemahan mereka seperti orang tua, WANITA HAMIL dan MENYUSUI, maka membayar FIDYAH memberi maka orang miskin. Tidak ada kewajiban qadha karena mereka kelemahan mereka (tidak mampu).”
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhumamenafsirkan,
“Yaitu laki-laki dan wanita yang sudah tua dan lemah dan tidak mampu berpuasa maka memberi makan orang miskin sejumlah hari yang mereka berbuka pada bulan Ramadhan yaitu setengah sha’ gandum.”
Di kesempatan lain Ibnu Abbasradhiallahu ‘anhuma tatkala melihatummu waladnya hamil atau menyusui kemudian berkata.
“Engkau adalah termasuk yang tidak mampu, wajib bagimu membayar (fidyah), dan tidak wajib membayar qadha’.”
Untuk menguatkan, dari Malik dari Nafi’ bahwasanya Ibnu Umarradhiallahu ‘anhuma tatkala ditanya tentang wanita yang hamil jika mengkhawatirkan anaknya, beliau menjawab.
“Ia berbuka dan memberi makan orang miskin sejumlah hari tersebut satu mud gandum.”
Penjelasan diatas berdasarkan dalil-dalil dari syarat wajib puasa. Perlu di ketahui tidak semua wanita hamil atau menyusui tidak melaksanakan puasa. Ada sebagian wanita lainya yang tetap menjalankan puasanya walaupun dalam kondisi hamil atau sedang menyusui. Jadi ini adalah masalah mampu atau tidaknya seorang wanita berpuasa saat hamil atau menyusui.
Jika kita melihat dari sudut pandangan secara medis apakah boleh wanita hamil dan menyusui berpuasa. Maka jawabanya adalah kondisi setiap orang berbeda-beda, ada yang mampu dan ada yang tidak. Sebaiknya dicoba dulu untuk berpuasa ketika hamil dan menyusui. Jangan langsung tidak berpuasa tanpa mencoba terlebih dahulu atau hanya sekedar kekhawatiran saja padahal sejatinya dia mampu.
Jika memang ada indikasinya misalnya mual-muntah hebat selama hamil maka tidak perlu memaksakan untuk mencoba berpuasa. Karena kondisi ini termasuk yang mendapat udzur, yaitu orang yang sakit (moring scikness). Terlebih lagi ada anjuran dari dokter yang terpercaya agar dia sebaiknya tidak berpuasa.
Kesimpulanya adalah bagi ibu hamil atau sedang menyusui sebaiknya di coba dulu untuk berpuasa. Jika kondisi tubuh tidak mengizinkan maka boleh untuk tidak berpuasa tetapi harus Mengqadha, membayar fidyah atau keduanya. Namun ibu hamil dan menyusui alangkah baiknya konsultasi dulu ke dokter tentang kondisi kesehatan anda. Sehingga bisa di simpulkan boleh atau tidak berpuasa dengan kondisi anda.
Post a Comment