Mengenal Suntiang Mahkota Perempuan Minang

Berhati hati dalam modifikasi pakaian adat karena ada nilai filosofi di dalamnya
Suntiang Mahkota Perempuan Minang
Suntiang

Kebudayaan dan adat istiadat di Indonesia memang sangat beragam unik dan juga kaya akan nilai filosofi sebagai acuan bagi masyarakatnya dalam menjalani kehidupan. Tiap daerah dan provinsi di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing mulai dari pakaian daerah, kesenian daerah, rumah tradisional hingga makanan khas.



Semua hal yang menyangkut adat istiadat memiliki filosofi dan pakem masing-masing. Kali ini kita akan membahas tentang pakaian tradisional Minangkabau Sumatera barat khususnya pakaian wanita Bundo Kanduang. Posisi seorang wanita bagi masyarakat Minangkabau memiliki peran yang sangat penting.


Hal ini di buktikan dengan begitu tingginya kedudukan wanita di minangkabau sehingga di beri gelar Bundo Kanduang. Tidak hanya itu garis keturunan masyarakat minang atau yang biasa disebut suku. Diambil dari garis keturunan Ibu si anak matrilinier. Misalnya sang ibu memiliki suku koto sementara sang ayah sukunya chaniago maka ketika anak mereka lahir, sang anak otomatis mengikuti garis keturunan sang ibu yaitu suku koto.

Peran wanita memang sangat di hormati dan di hargai oleh masyarakat minang dari sejak dulu kala sebelum ada emansipasi wanita di Indonesia. Masyarakat Minangkabau sudah lebih dahulu menerapkan hal tersebut pada budaya dan adat istiadat mereka.

Sekarang kita akan mengulas tentang pakaian Tradisional yang di gunakan wanita di Minangkabau. Atau boleh di bilang pakaian kebesaran bagi seorang wanita di minangkabau saat menjalani prosesi pernikahan.

1. Baju Daerah Wanita Minang


Baju-baju adat Minangkabau yang biasanya adalah semacam baju kurung yang longgar (tidak ketat), tebal (tidak transparan, tidak menerawang, tidak tembus pandang), sopan, tertutup. Mulai dari leher sampai ke mata kaki dan dihiasi dengan tutup kepala yang bentuknya beraneka ragam sesuai dengan daerah asal yang lebih spesifik.

Oleh karena itu baju adat minangkabau yang cenderung tertutup, longgar dan tidak transparan ini, maka sangat mudah memadukannya dengan jilbab tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya.

Jika ada yang ingin memodifikasi berkreasi dengan pakaian adat minang silahkan, tetapi perlu di ingat dan di perhatikan aturan pakem-pakem yang ada. Jangan sampai di hilangkan nilai filosofinya karena bisa merusak budaya itu sendiri.

Secara garis besar baju perempuan Minang terdiri dari dua jenis. Yaitu baju kurung basiba dan baju kurung melayu (kebaya panjang). Kedua jenis pakaian wanita ini sudah lazim digunakan oleh perempuan minang sejak dahulu. Yang saat ini baju tersebut menjadi bagian dari pakaian tradisional Minangkabau.

Jenis baju yang termasuk kedalam pakaian adat ini bukanlah jenis baju yang biasa saja tetapi sudah memiliki nilai-nilai filosofi dan pakem yang bisa menjadi suatu acuan tingkah laku dari masyarakat minang khususnya para wanita.

Jika di hitung secara khusus jenis pakaian adat minang ada sekitar 800 jenis. Temuan ini memang sangat fantastis, jumlah tersebut disebabkan karena masing-masing nagari di Sumbar memiliki jenisnya tersendiri. Perbedaan itu diantaranya terletak pada ornamen dan pernak-pernik yang digunakan. Perbedaan lainnya adalah dalam hal perlengkapan seperti suntiang pada hiasan kepala. Temuan ini di sampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Taufik Effendi.

2. Suntiang Mahkota Wanita Minang


Suntiang merupakan sebuah jenis mahkota adat khusus di gunakan oleh wanita di Minangkabau (sumatra barat). Penggunaan suntiang biasanya hanya pada saat hari perayaan atau upacara adat tertentu paling sering di gunakan saat upacara pernikahan. Bentuk dari suntiang ini menyerupai kipas dengan warna gold dan silver. Suntiang yang asli biasanya terbuat dari bahan emas, perak dan tembaga tetapi untuk saat ini sudah banyak di modifikasi seperti menggunakan bahan aluminium yang di sepuh.

Di Minang terdapat dua Jenis suntiang (Mahkota), pertama di sebut suntiang gadang (besar), dengan ukurannya besar dan biasanya digunakan untuk mempelai wanita saat resepsi pernikahan. Dan yang kedua di sebut suntiang ketek (kecil) yang di kenakan oleh para pendamping pengantin wanita tersebut dalam upacara adat pernikahan. Untuk lebih jelas tentang perbedaan antara suntiang gadang dengan suntiang ketek mari kita simak pembahasan di bawah.

1. Suntiang Gadang


Suntiang Gadang memiliki berat sekitar 3,5kg sampai 5kg. Memang terlihat berat dan ini tak mengherankan jika Suntiang pernah dinobatkan sebagai mahkota pengantin terberat di Indonesia. Sementara untuk tingkatanya suntiang gadang memiliki 7 sampai 11 tingkatan.

Sedangkan lapisan suntiang yang berat tersebut terdiri dari deretan bunga serunai berjumlah 3 sampai 5 lapis pada bagian dasar. Dilanjutkan dengan sejumlah hiasan bunga gadang dengan 3 sampai 5 lapisan. Kemudian kembang goyang ditambahkan sebagai pelengkap.

Mahkota suntiang dipercantik dengan hiasan untaian di pipi kiri dan kanan pengantin yang disebut sebagai kote-kote. Beratnya Suntiang yang di kenakan wanita minang khususnya saat resepsi pernikahan bukan cuma sekedar berat ya sobat rancax. Tetapi ada makna dan filosofi tersendiri yang terdapat di sana.

Suntiang yang berat tersebut melambangkan beratnya tanggung jawab yang akan diemban oleh seorang wanita (Ibu/bundo) minang setelah menikah nanti. Walaupun berat saat di kenakan tetapi si pemakai suntiang Anak Daro (Mempelai wanita) tetap terlihat anggun, sopan dan veminim. Memakai suntiang ini juga jadi kebanggaan tersendiri bagi setiap wanita minang saat melangsungkan pernikahan.

2. Suntiang Ketek


Sementara untuk suntiang ketek yang di kenakan oleh para pendamping pengantin wanita. Hanya memiliki 3 hingga 5 tingkatan saja. Penggunaan suntiang ketek ini juga sering di kenakan oleh para penari tradisional dalam mengisi acara dari berbagai even budaya. Salah satu alasanya karena suntiang ketek ini beratnya lebih ringan dari suntiang gadang sehingga dalam bergerak akan lebih leluasa. Lagipula makna filosofinya tentu sudah berbeda dari suntiang gadang.

Tiap daerah di Minang memiliki jenis suntiang yang berbeda dari masing-masing wilayah di Sumatera Barat. Hal ini tentu untuk mewakili ciri kas masing-masing daerah tersebut. Di antaranya suntiang Sungayang, Tanah Datar yang memiliki mahkota, suntiang kurai (Bukittinggi), suntiang Pariaman, dan Solok Selatan.

Secara garis besar mode suntiang bisa di kelompokan menjadi, Suntiang bungo pudiang (suntiang berbunga puding), Suntiang pisang saparak (suntiang pisang sekebun), Suntiang pisang saikek (suntiang pisang sesisir), Suntiang kambang loyang (suntiang pisang sesisir).

Itulah sekilas tentang pakaian adat Minang khususnya yang di kenakan oleh wanita di Minangkabau Sumatra barat. Peranan wanita di minangkabau yang di beri gelar Bundo Kanduang bisa di bilang sangat penting. Pendapat dan suaranya selalu di dengar dalam setiap musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap persoalan yang ada di masyarakat.